MAKALAH SASTRA
KATA PENGANTAR
Dengan segala
kerendahan dan keikhlasan hati, Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT. Karena dengan rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq
dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang telah diberikan sehingga
penyusunan makalah tentang “Perkembangan Teori Anak, Aliran Sastra,
Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman, dan Sastra Anak” ini
dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai
salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang
yakni baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para
pengikutnya. Dan Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan kita.
Sesuai dengan judul,
makalah ini berisi ulasan-ulasan yang membahas tentang Kajian Perkembangan
Teori Anak, Aliran Sastra, Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman, dan Sastra
Anak.
Setitik harapan dari
kami sebagai penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi
wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penyusun miliki. Untuk
itu, penulis mengharapkan dan menerima segala kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Depok, April 2019
Penulis
MAKALAH TENTANG SASTRA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra adalah bentuk
tiruan kehidupan yang menggambarkan dan membahas kehidupan dan segala macam
pikiran manusia. Lingkup sastra adalah masalah manusia, kehidupan dengan segala
perasaan, pikiran, dan pandangan hidupnya (Bunanta, 1989: 1). Sebagai
salah satu bagian dari sastra, sastra anak atau cerita anak adalah kisahan
nyata atau rekaan dalam bentuk prosa atau puisi yang bertujuan menghibur atau
memberikan informasi kepada pendengar atau pembacanya (Sudjiman, 1984:4) dalam
kalangan anak-anak. Jadi, seperti halnya bacaan dewasa, bacaan anak-anak juga
merupakan sebuah hasil cipta sastra.
Namun, selama ini
sastra anak masih dianggap sebagai ”anak sastra” karena untuk menciptakan
sastra anak dianggap tidak sesulit mencipta sastra untuk orang
dewasa. Oleh karena
itu, minat orang dewasa terhadap sastra anak tidak terlalu besar dibandingkan
terhadap sastra orang dewasa, padahal sastra anak tidak kalah kompleks
dengan sastra untuk orang dewasa dan tidak semudah yang dipikirkan orang
dewasa. Sastra anak tidak kalah pentingnya dengan sastra dewasa karena salah
satu fungsi dari sastra anak adalah untuk mengembangkan kepribadian anak.
Pengarang dengan
daya imajinasinya dapat menerjemahkan masalah kehidupan yang dijalin dalam
cerita dan dapat menyampaikannya pada anak- anak, ia dapat membuat sastra
anak-anak (Bunanta, 1989: 1). Berdasarkan hal tersebut, pada dasarnya baik
orang dewasa maupun anak-anak dapat membuat sastra anak asal saja ia
mampu menggambarkan masalah kehidupan dalam bentuk cerita yang dapat dimengerti
oleh anak. Akan tetapi, kebanyakan bacaan anak selama ini diciptakan oleh orang
dewasa dengan mengambil perspektif anak sehingga terkadang dunia anak
yang kemudian diceritakan tidak merepresentasikan dunia anak itu sendiri.
Bacaan anak yang dibuat orang dewasa cenderung mengandung perasaan sentimental
dan pengalaman mereka saat kecil, padahal menurut Bunanta (1989: 2), bacaan
anak-anak haruslah mencerminkan masa kanak-kanak, bukanlah perasaan
sentimental dan pengalaman mereka saat menjadi anak-anak. Orang dewasa
menganggap bahwa dunia anak sama dengan dunia mereka saat kecil sehingga mereka
dengan mudah dapat menciptakan bacaan anak dari pengalamannya saat kecil,
padahal dunia anak tidaklah sama dengan kehidupan orang dewasa dan untuk
memahaminya tidak mudah.
Di sisi lain,
anak-anak masih dianggap tidak dapat menciptakan sastra anak karena belum mampu
menjalin sebuah cerita meskipun ia telah bias menulis. Namun, anggapan itu
tidak sepenuhnya benar karena ada anak yang telah dapat menjalin sebuah cerita.
Hal ini didasarkan oleh tingkatan umur dan psikologi perkembangan anak.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1.
Bagaimana perkembangan teori sastra?
2.
Apa saja aliran dalam sastra?
3.
Bagaimana pembelajaran sastra melalui pengalaman dengan dongeng dan
media wayang?
4.
Apa yang dimaksud dengan sastra anak ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari
penelitian dan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui
perkembangan teori sastra.
2. Untuk mengetahui
aliran-aliran sastra.
3.
Untuk mengetahui dan merasakan pengalaman pembelajaran sastra dengan
dongeng dan media wayang.
4. Untuk mengetahui
sastra anak.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini, penulis dapat
menambah khazanah pengkajian sastra anak yang dewasa ini belum terlalu
banyak diminati jika dibandingkan dengan sastra orang dewasa. Di sisi
lain, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi
peneliti lain yang hendak melakukan penelitian serupa.
Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan peneliti peneliti selanjutnya, seperti mengapa seorang anak
lebih tertarik atau terinspirasi oleh karya-karya luar negeri dibanding
karya-karya dari dalam negeri seperti halnya wayang.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Teori Sastra
Teori sastra berasal
dari kata theria (bahasa latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi
terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran yang lebih luas,dalam hubungannya
dengan dunia keilmuan teori berarti perangkat penertian,konsep,proposisi yang
mempunyai korelasi, yang telah teruji kebenarannya. Pada umumnya, teori
dipertentangkan dengan praktik. Setelah suatu ilmu pengetahuan berhasil untuk
mengabstraksikan keseluruhan konsepnya pada suatu rumusan ilmiah yang dapat
diuji kebenarannya, yaitu teori itu sendiri, maka teori tersebut mesti
dioperasikan secara praktis, sehingga cabang-cabang ilmu pengetahuan sejenis
dapat dipahami secara lebih rinci dan mendalam.
Teori berfungsi
untuk mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut
Fokkema dan Kumme-ibsch (1977:175), penelitian terhadap karya sastra pada
umumnya memanfaatkan pada teori-teori yang sudah ada.tradisa seperti ini
dianggap memiliki kelemahan sebagai akibat penyederhanaan,eklektisisme,dan
penyimpulan yang salah. Keuntungan yang diperoleh jelas bahwa peneliti
diberikan kemudahan,peneliti tinggal menguji kembali dan menyesuaikannya dengan
sifat-sifat objek.kecenderungan ini disebabkan oleh beberapa kenyataan,sebagai
berikut:
1)
teori-teori yang sudah ada dengan sendirinya sudan teruji, yaitu melalui
kritik sepanjang sejarahnya
2)
teori dianggap sebagai unsure yang sangat penting, lebih dari semata-mata
alat
3)
belum terciptanya sikap-sikap percaya diri atas hasil-hasil penemuan
sendiri, khususnya dalam bidang teori.
Secara genesis
dengan demikian dalam proses penelitian teori, diperoleh dua cara,yaitu:
1)
peneliti memanfaatkan teori terdahulu, ada umumnya disebut sebagai teori
formal, dengan pertimbangan bahwa teori tersebut secara formal sudah ada
sebelumnya.teori formal seolah-olah bersifat deduksi dan apriori
2)
peneliti memanfaatkan teori yang ditemukannya sendiri.teori yang diperoleh
melalui manfaat,hakikat dan abstraksi data yang diteliti,pada umumnya disebut
teori substansif sebab diperoleh melalui substansi data.
Kedua jenis teori
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kekurangannya adalah tidak
adannya aktivitas untuk menemukan teori yang baru, sehingga tejadi stagnasi
dalam bidang teori.kelemahan teori formal ini terpenuhi oleh usaha peneliti
yang mencoba menemukan teori substansif.
Pemanfaatan teori
formal menurut Vredenbreght, memiliki kelebihan dalam kaitannya dengan usaha
peneliti sepanjang sejarahnya, untuk secara terus-menerus memperbaharui
sekaligus mengujinnya melalui data yang berbeda-beda sehingga, teori makin lama
makin sempurna. Teori ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang sastra diadopsi
melalui pemikiran para sarjana barat. Tradisi seperti ini sering menimbulkan
perdebatan diantara para sarjana Indonesia antara yang tidak setuju dengan yang
setuju. Kelompk yang pertama menginginkan agar khasanah Indonesia dianalisis
dengan menggunakan teori sastra Indonesia, dengan konsekuensi agar sarjana
Indonesia dapat menemukan teori-teori sastra yang lahir melalui sastra
Indonesia sebagai teori indonesia asli , sebaliknya yang kedua tidak
mempermasalahkanperbedaan diantarannya, dengan pertimbangan sebagai berikut:
1)
tradisi ilmu pengetahuan berkembang dibarat,demikian pula tradisi sastra
2)
karya sastra sekaligus bersifat local dan universal
3)
globalisasi, termasuk paradigma postmodernisme menghapuskan perbedaan
antara barat dengan timur.
Sebuah teori disebut
baik apabila memilii sifat-sifat sebagai berikut:
1)
mudah disesuaikan dengan cirri-ciri karya yang akan dianalisis
2)
mudah disesuaikan dengan metode dan teori yang menyertainnya
3)
dapat dimanfaatkan untuk menganalisis, baik ilmu sejenis maupun berbeda
4)
memiliki formula-formula yang sederhana tetapi mengimplikasikan jaringan
analisis yang kompleks
5)
memiliki prediksi yang dapat menjangkau objek jauh kemasa depan teori dan
metode memiliki fungsi untuk membantu menjelaskan dua hubungan gejala atau
lebih, sekaligus meramalan modol hubungan yang terjadi.
Teori dan metode
disamping mempermudah memahami gejala yang akan diteliti yang lebih penting
adalah kemampuannya untuk memotivasi,mengevokasi,sekaligua memodifikasi pikiran
peneliti.artinya dengan memanfaatkan teori dan metode tertentu maka dalam pikiran
pneliti akan timbul kemampuan untuk memahami gejala sebelumnya yang sama sekali
belum tampak. Sebagai alat, teori berfungsi untuk mengarahkan suatu penelitian,
sedangkan analisia secara langsung dilakukan melalui instrument yang lebih
konkret yaitu melalui metode dan teknik.
Berbeda dengan
objek, aspek kebaruan dalam teori dan metode merupakan syarat pokok.teori yang
lama dengan sendirinya harus ditinggalkan, digantikan dengan teori dan metode
yang baru.demikian seterusnya sehingga teori yang terakhirlah yang dianggap
paling relevan. Intensitas terhadap kebaruan disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut:
1)
teori dan metode adalah alat dan cara penelitian
2)
teori dan metode adalah hasil penemuan
3)
teori dan metode adalah ilmu pengetahuan
Karya sastra sebagai
objek penelitian, metode dan teori sebagai cara untuk meneliti, berkembang
bersama-sama dalam kondisi yang saling melengkapi. Dalam khasanah sastra
Indonesia aktivitas penelitian dengan memanfaatkan teori dan metode intuisif
ekspresif sudah dimulai sejak periode pujangga baru.pesatnya erkembangan teori
sastra selama satu abad sejak awal abad ke-20 hingga awal abad ke-21 dipicu
oleh beberapa indikator, sebagai berikut:
1)
medium utama sastra adalah bahasa, sedangkan dalam bahasa itu sendiri sudah
terkandung problematika yang sangat luas
2)
satra memasukkan berbagai dimensi kebudayaan, sedangkan dalam budaya itu
sendiri juga sudah terkandung permasalahan yang sangat beragam
3)
teori-teori utama dalam sastra sudah berkembang sejak zaman plato dan
aristoteles, yang dengan sendirinya telah dimatangkan dengan berbagai disiplin,
khususnya filsafat
4)
kesulitan dalam memahami gejala sastra memicu para ilmuan untuk mnemukan
berbagai cara sebagai teori yang baru
5)
ragam sastra sangat banyak dan berkembang secara dinamis, kondisi-kondisi
sastra yang juga memerlukan cara pemahaman yang berbeda-beda
Dalam ilmu sastra
yang dimaksudkan dengan penelitian adalah kegiatan untuk mengumpulkan
data,menganalisis data,dan menyajikan hasil penelitian. Peneliti sastra yang
pada umumnya disebut kritikus sastra baik sebelum maupun sesudah melakukan
penelitian secara sadar mengetahui teori apa yang digunakan, metode dan teknik
apa yang membantunya.penelitian sastra mempertimbangkan ciri-ciri sebagai
berikut:
1)
hipotesis dan asumsi tidak diperlukan sebab analisis bersifat deskripsi
bukan generalisasi
2)
populasi dan sample tidak mutlak diperlukan kecuali dalam penelitian
tertentu
3)
tidak diperlukan objektivitas yang umumsebab peneliti terlibat secara
terus-menerus, objectivitas terjadi saat penelitian dilakukan
4)
kerangka penelitian tidak bersifat tertutup, korpus data bersifat terbuka
deskripsi dan pemahaman berkembang terus
5)
objek yang sesungguhnya bukanlah bahasa tapi wacana,teks,sebab sebagai
hakikat deskrusif bahasa sudah terikat dengan system model kedua dengan
berbagai system komunikasinya
B. Aliran Sastra
Istilah-istilah
naturalis, materialis, dan idealis, adalah istilah-istilah yang digunakan di
kalangan ilmu filsafat sebagai suatu paham, pandangan, atau falsafah hidup yang
akhirnya di kalangan ilmu sastra merupakan aliran yang dianut seseorang dalam
menghasilkan karyanya. Aliran dalam karya sastra biasanya terlihat pada periode
tertentu. Setiap periode sastra biasanya ditandai oleh aliran yang dianut para
pengarang pada masa itu. Bahkan unsur aliran yang menjadi mode pada periode
tertentu merupakan ciri khas karya sastra yang berada pada masa tersebut.
Masalah aliran
sebagai pokok pandangan hidup, berangkat dari paham yang dikemukakan para
filosof dalam menghadapi kehidupan alam semesta ini. Tafsiran yang mula-mula
diberikan oleh manusia terhadap alam ini ada dua macam, yaitu supernatural dan
natural. Penganut paham-paham tersebut dinamakan supernaturalisme dan
naturalisme. Paham supernatural mengemukakan bahwa di dalam alam ini terdapat
wujud-wujud yang bersifat gaib yang bersifat lebih tinggi atau lebih kuasa
daripada alam nyata yang mengatur kehidupan alam sehingga menjadi alam yang
ditempati sekarang ini. Kepercayaan animisme dan dinamisme merupakan
kepercayaan yang paling tua usianya dalam sejarah perkembangan kebudayaan
manusia yang berpangkal pada paham supernaturalisme dan masih dianut oleh
beberapa masyarakat di muka bumi ini. Sebagai lawan dari paham supernatural
adalah naturalisme yang menolak paham supernatural. Paham ini mengemukakan
bahwa gejala-gejala alam yang terlihat ini terjadi karena kekuatan yang
terdapat di dalam alam itu sendiri yang dapat dipelajari dan dengan demikian
dapat diketahui. Paham ini juga mengemukakan bahwa dunia sama sekali bergantung
pada materi, kebendaan, dan gerak. Kenyataan pokok dalam kehidupan dan akhir
kehidupan adalah materi, atau kebendaan.
Pada bidang seni
terdapat pula kedua aliran besar tersebut dengan karakteristik yang berbeda,
yaitu aliran idealisme dan materialisme. Idealisme adalah aliran yang menilai
tinggi angan-angan (idea) dan cita-cita (ideal) sebagai hasil perasaan daripada
dunia nyata. Aliran ini pada awalnya dikemukakan oleh Socrates (469-399 sM.)
yang dilanjutkan oleh muridnya yang bernama Plato (427-347 sM.). Dalam bidang
seni rupa pelukis yang beraliran idealisme cenderung lebih suka mewujudkan benda-benda
sebaik mungkin daripada apa adanya. Dalam ilmu kesusilaan idealisme mengandung
pandangan hidup di mana rohani mewujudkan kekuatan yang berkuasa dan
menjelaskan bahwa semua benda di dalam alam dan pengalaman adalah perwujudan
pikiran, pandangan yang nyata. Lawan aliran idealisme adalah aliran
materialisme. Aliran materialisme ini mengemukakan bahwa dunia sama sekali
bergantung pada materi dan gerak. Ajaran ini sudah dikemukakan oleh Democrates
pada abad ke-4 sM, yang mengatakan bahwa semua kejadian yang gaib, dan ajaib di
alam ini digerakkan oleh atom dan keluasan geraknya. Tidak ada kekuatan gaib
yang bersifat supernatural yang mengatur kehidupan ini. Di dalam bidang seni,
seni rupa dan seni pahat, aliran materialisme atau naturalisme ini disebut juga
dengan aliran realisme, yaitu bentuk lukisan yang diciptakan menurut keadaan
alam yang sebenarnya yang berdasarkan atas faktor-faktor perspektif, proporsi,
warna, sinar, dan bayangan. Sedangkan di dalam seni sastra aliran materialisme
atau naturalisme ini merupakan kelanjutan dari aliran realisme.
C. Pembelajaran Sastra Melalui Pengalaman dengan Dongeng dan media Wayang
Sastra anak terdiri dari cerita rakyat atau
dongeng dan puisi. Dalam makalah ini, penulis mengkhususkan pada aspek cerita
rakyat atau dongeng. Dongeng merupakan suatu cerita yang mengandung nilai-nilai
moral, ceritanya sederhana, terkadang hanyalah fiktif semata, dan tidak
dijumpai nama pengarangnya.
Sebelum perkembangan teknologi belum seperti
sekarang, dimana disetiap rumah belum tersedia penerangan maupun listrik
apalagi radio, televisi dan sebagainya, setiap malam orang tua selalu
menceritakan dongeng atau cerita rakyat sebagai pengantar tidur anak. Hal ini
menjadi suatu kebiasaan yang baik untuk melatih daya pikir anak dengan mendengarkan
cerita yang disampaikan, melatih daya ingat, dan tentu saja melatih konsentrasi
anak. Dengan begitu, meskipun zaman dahulu belum ada alat tulis untuk mencatat
mata pelajaran, anak-anak tetap mampu mengukir prestasi hal ini karena ingatan
mereka begitu kuat untuk menghafal pelajaran hanya dengan jalan mendengarkan.
Namun, seiring berkembangnya teknologi,
semakin banyaknya media hiburan bagi anak-anak, tradisi mendongeng mulai
ditinggalkan, bahkan sastra anak semakin memudar keberadaannya. Bahkan sekarang,
banyak anak yang tidak mengenal sama sekali cerita rakyat ataupun dongeng yang
dulunya sangat terkenal dikalangan masyarakat. Untuk itulah diadakan materi
sastra anak yang disisipkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia sebagai upaya
pelestarian kebudayaan Indonesia. Namun demikian, upaya yang dilakukan kurang
diminati oleh siswa karena siswanya sendori cenderung lebih tertarik pada
cerita-cerita dari sinetron maupun fiktif luar negeri. Untuk itulah, sebagai
upaya untuk menarik minat siswa anak untuk mengapresiasi karya sastra anak
khususnya dongeng, kita menggunakan media wayang.
Wayang yang kita gunakan sebagai media
pembelajaran, bukanlah wayang yang terbuat dari kulit sapi atau kambing,
melainkan wayang yang terbuat dari kardus yang dilapisi dengan kertas karton
atau manila yang di beri warna sesuai keinginan. Bentuknya pun terserah dengan
keinginan kita menyesuaikan dengan karakter tokoh-tokoh yang terdapat dalam
dongeng. Penggunaanya mirip dengan penggunaan media boneka, hanya saja untuk
lebih praktis kita gunakan media wayang.
Selain itu, ada upaya untuk melestarikan
kebudayaan wayang, meskipun wayang yang digunakan bukanlah wayang kulit,
melainkan wayang kertas, tapi setidaknya itu menjadi cara untuk memperkenalkan
wayang secara dini kepada anak. Dengan pengenalan wayang kertas, diharapkan
anak-anak sebagai generasi muda pewaris kebudayaan bangsa tidak merasa asing
dengan keberadaan wayang.
Pada penggunaan
media wayang ini, guru berperan sebagai dalang seperti di dalam pertunjukan
wayang kulit. Vokal guru harus jelas, intonasi harus tepat, dan bisa
mengeluarkan bunyi-bunyi si tokoh di dalam dongeng dengan baik, misalnya untuk
menggambarkan tokoh kucing, guru harus bisa mengeluarkan suara mengeong
layaknya kucing, ataupun mencicit layaknya ayam. Ketrampilan guru dalam
menggerakan wayang ini juga mempengaruhi pertunjukan wayang kertas ini. Guru
harus bisa menggerakan wayang secara atraktif dengan tetap mengucapkan
kata-kata si tokoh seperti yang terdapat didalam dongeng. Selain itu, guru juga
dapat berinteraksi dengan anak-anak dalam penyampain dongeng sehingga anak
merasa ikut serta dalam penyelesaian cerita. Penampilan wayang kertas ini juga
dapat dibantu dengan efek-efek suara dari cd ataupun media yang lain sehingga
setting tempat dan ceritanya benar-benar bisa dirasakan oleh anak. Kemudian
diakhir cerita, si guru bisa menjelaskan nilai moral yang terkandung di dalam
cerita sehingga anak-anak bisa mengambil hala-hal yang positif dari dongeng
tersebut.
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MEDIA WAYANG
Sebagai media pembelajaran, tentu saja
wayang tetap memiliki kekurangan dibalik kelebihan yang dimiliki.
Kelebihan dari wayang sendiri yaitu:
a.
Media yang mudah dibuat, murah dan praktis.
b.
Bentuknya unik dan menarik.
c.
Mudah penggunaanya.
d.
Bisa menyesuaikan bentuk tokoh-tokoh sesuai didalam dongeng.
e.
Mengasah kreativitas guru.
Sedangkan kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh wayang
yaitu:
a.
Bagi guru yang tak bisa bersuara keras, hal ini akan menghambat penyampain
pesan yang ingin disampaikan.
b.
Menuntut guru untuk lebih kreatif dalam menciptakan bentuk-bentuk wayang,
sehingga bagi guru yang tidak mau mencurahkan kraetivitasnya, hal ini tentu aja
akanmenjadi sulit.
c.
Menuntut guru untuk bisa totalitas dalam menyampaikan dongeng.
d.
Guru harus bisa mengendalikan siswa yang ribut disamping menyelesaikan
tugasnya dalam mendongeng, hal ini memerlukan keahlian khusus dan pribadi guru
yang sabar.
D. Sastra Anak
Sastra anak adalah
karya sastra yang secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi
tentang dunia yang akrab dengan anak-anak, yaitu anak yang berusia antara 6-13
tahun. Sifat sastra anak adalah imajinasi semata, bukan berdasarkan pada fakta.
Unsur imajinasi ini sangat menonjol dalam sastra anak. Hakikat sastra anak
harus sesuai dengan dunia dan alam kehidupan anak-anak yang khas milik mereka
dan bukan milik orang dewasa. Sastra anak bertumpu dan bermula pada penyajian
nilai dan imbauan tertentu yang dianggap sebagai pedoman tingkah laku dalam
kehidupan.
Sastra anak
berfungsi sebagai media pendidikan dan hiburan, membentuk kepribadian anak,
serta menuntun kecerdasan emosi anak. Pendidikan dalam sastra anak memuat
amanat tentang moral, pembentukan kepribadian anak, mengembangkan imajinasi dan
kreativitas, serta memberi pengetahuan keterampilan praktis bagi anak. Fungsi
hiburan dalam sastra anak dapat membuat anak merasa bahagia atau senang
membaca, senang dan gembira mendengarkan cerita ketika dibacakan atau
dideklamasikan, dan mendapatkan kenikmatan atau kepuasan batin sehingga
menuntun kecerdasan emosinya.
Ciri Sastra Anak
Menurut Puryanto (2008: 7) secara garis
besar, ciri dan syarat karya sastra anak adalah sebagai berikut:
1)
Cerita anak mengandung tema yang mendidik, alurnya lurus dan tidak
berbelit-belit, menggunakan setting yang ada di sekitar atau ada di dunia anak,
tokoh dan penokohan mengandung peneladanan yang baik, gaya bahasanya mudah
dipahami tapi mampu mengembangkan bahasa anak, sudut pandang orang yang tepat,
dan imajinasi masih dalam jangkauan anak.
2)
Puisi anak mengandung tema yang menyentuh, ritme yang meriangkan anak,
tidak terlalu panjang, ada rima dan bunyi yang serasi dan indah, serta isinya
bisa menambah wawasan pikiran anak.
BAB III
KESIMPULAN
Apresiasi bukanlah pengetahuan sastra yang
harus dihafalkan, melainkan bentuk aktivitas jiwa. Artinya, dalam
mengapresiasi, siswa tidak sekedar mengambil informasi yang berkaitan dengan
isi atau mencari beberapa simpulan logis. Melalui apresiasi sastra idealnya siswa
dapat mengindra atau merasakan kehadiran pelaku, peristiwa, suasana, dan
gambaran obyek secara imajinatif. Lebih dari itu, menurut apresiasi harus
mencakup tanggapan emosional pada isi cerita, tanggapan pada pelaku atau
peristiwa, dan perasaan siswa dalam merasakan/ menikmati gaya bahasa pengarang
cerita.
Tugas guru dan orang tua dalam memilih buku
sastra anak-anak adalah melakukan penelitian lebih rinci terhadap unsur-unsur
yang lazim ada dalam setiap bacaan cerita (fiksi). Unsur-unsur itu meliputi (1)
alur, (2) latar, (3)tema, (4) tokoh, (5) gaya, (6) sudut pandang, dan (6)
format buku cerita.
Karya sastra anak adalah karya sastra yang
secara khusus dapat dipahami oleh anak-anak dan berisi tentang dunia yang akrab
dengan anak-anak. Jenis karya sastra yaitu dongeng atau cerita rakyat dan
puisi.
Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak
benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu.
Anak-anak lebih menyukai permainan online
karena lebih mudah digunakan. Wayang sebagai media pembelajaran yang murah,
mudah dibuat, sebagai upaya untuk melestarikan budaya bangsa juga untuk menarik
minat anak. Wayang kertas selain memilki kelebihan juga memilki kekurangan.
Selanjutnya marilah
kita tingkatkan kemampuan kita dalam bersastra, utamanya para pendidik agar
peserta didik yang kita ajar dapat betul-bertul memahami dari inti sastra itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
http://nanasumarna11a.blogspot.com/2011/04/optimalisasi-pembelajaran-sastra-di.html
http://adesorayalenggogeni.wordpress.com/2014/04/19/pembelajaran-sastra-di-sd/
Comments
Post a Comment